Ada
beberapa tingkatan kualitas manusia. Manusia bodoh, Manusia Pintar,
Manusia Licik dan Manusia Beruntung. Manusia bodoh, dikalahkah manusia
pintar. Manusia pintar sering kalah oleh manusia licik. Dan manusia
licik tidak bisa mengalahkan manusia beruntung. Dengan kata lain,
manusia beruntunglah termasuk manusia dengan kualitas yang tidak
terkalahkan.
hidup
digambarkan seperti aliran air di sungai. Sebelah pinggir kali bernama
kesenangan, sebelahnya lagi bernama kesedihan. Sebagaimana kehidupan
yang sebenarnya, ada saatnya kita terhenti di pinggir kali kesenangan,
ada kalanya terhenti di pinggir kali kesedihan. Apapun nama dan jenis
pinggir kalinya, tidak perduli kita sedang senang atau sedih, sang hidup
akan senantiasa berjalan. Sehingga, siapa saja yang memusatkan
perhatian pada pemberhentian sementara di pinggir kali, ia pasti tidak
puas. Sebab, pinggiran kali hanyalah bentuk lain dari kesementaraan.
Keabadiaan, demikian keberuntungan-keberuntungan terakhir mengajarkan ke
saya, ada dalam kenikmatan untuk mengalir dengan sang perubahan.
Dalam
keheningan kesadaran seperti ini, saya (dan juga Anda ?) memang tidak
pernah lahir dan tidak akan pernah mati. Yang mati dan lahir hanyalah
tubuh. Dan diri ini yang terus mengalir tidak mengenal kamus kelahiran
dan kematian. Sama dengan air yang mengalir di sungai, yang tidak hilang
dibawa matahari, maupun tidak hilang ditelan bumi, ia menghadirkan
gemercik-gemercik kegembiraan.
Banyak
manuasia memang mendapat banyak dipuji dan dilayani. Dan saya paham,
jabatan dan atribut-atribut sejenislah yang membuatnya demikian. Suatu
saat ketika atribut itu tidak ada, bukan tidak mungkin makian dan
kebencian yang datang. Dan ini juga ditujukan pada ketiadaan atribut.
Dan manusia yang mengalir memang tidak pernah disentuh pujian dan
makian. Jadi kenapa mesti tertawa ketika dipuja, dan kenapa juga mesti
berhenti bernyanyi ketika dimaki ? Bukankah keduanya tidak ditujukan
pada diri ini yang terus mengalir ?.
kenapa manusia bisa begitu berat dalam menjalani hidup dan kenapajuga dia bisa merasa terbang, Dalam
bahasa yang lugas sekaligus cerdas, ada seorang yang mengaitkan kedua
hukum fisika ini ke dalam dua hukum kehidupan: “Hate is under the law of
gravity, love is under the law of levitation.”
Kebencian
berkait erat dengan gravitasi karena mudah sekali membuat manusia hidup
serba berat dan ditarik ke bawah. Cinta berkaitan dengan
gerakan-gerakan ke atas. Karena hanya cinta yang membuat manusia ringan
dan terbang ke atas. Sungguh sebuah bahan renungan kehidupan yang cerdas
dan bernas.
Kembali
ke soal hidup manusia yang serba berat, tidak ada manusia yang bebas
sepenuhnya dari masalah. Bahkan ada yang menyederhanakan kehidupan
dengan sebuah kata: penderitaan! Hanya saja kebencian berlebihan yang
membuat semua ini menjadi semakin berat dan semakin berat lagi. Ada yang
benci pada diri sendiri, ada yang membenci orang tua, suami, istri,
teman, tetangga, atasan kerja, sampai dengan ada yang membenci Tuhan.
Kenapa
kita harus benci, jika itu membuat dirikita terbebani kenapa kita tidak
pasarh untuk mencintai, Ada yang menyebut ini dengan emptiness. Sebuah
terminologi timur yang amat susah untuk dijelaskan dengan kata-kata
manusia. Namun Dainin Katagiri dalam Returning to Silence, menyebutkan:
“The final goal is that we should not be obsessed with the result,
whether good, bad or neutral.” Keseluruhan upaya untuk tidak terikat
dengan hasil. Itulah keheningan. Sehingga yang tersisa persis seperti
hukum alam: kerja, kerja dan kerja. Dalam kerja seperti ini, manusia
seperti matahari. Ditunggu tidak ditunggu, besok pagi ia terbit. Ada
awan tidak ada awan, matahari tetap bersinar. Disukai atau dibenci, sore
hari dimana pun ia akan terbenam.
Mirip
dengan matahari yang tugasnya berbeda dengan awan dan bintang. Kita
manusia juga serupa. Pengusaha bekerja di perusahaan. Penguasa bekerja
di pemerintahan. Pekerja bekerja di tempat masing-masing. Penulis
menulis. Pertapa bertapa. Pencinta yoga beryoga. Pengagum meditasi
bermeditasi. Semuanya ada tempatnya masing-masing. Ada satu hal yang
sama di antara mereka: “Menjadi semakin sempurna di jalan kerja”. Soal
hasil, sudah ada kekuatan amat sempurna yang sudah mengaturnya.
Keinginan apalagi kebencian, hanya akan membuatnya jadi berat dan
terlempar ke bawah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar